Sabtu, 25 Februari 2012

PENDIDIKAN GRATIS BERKUALITAS UNTUK SEMUA RAKYAT INDONESIA



Hal ini adalah sebuah perjuangan yang panjang bagi kita mengingat kenyataan yang ada ditengah-tengah lingkungan kita. Hari ini kita sering melihat dan merasakan sendiri betapa Pendidikan menjadi sesuatu yang mahal. Mulai dari biaya yang harus dikeluarkan untuk pendaftaran masuk hingga kepada buku-buku yang tidak terjangkau oleh kita. Belum lagi persoalan fasilitas sekolah yang jauh dari kategori layak ataupun memenuhi persyaratan. Ataupun intervensi pihak swasta yang sama sekali tidak memperhatikan kualitas dari peserta didiknya, dengan kata lain bahwa mereka hanya melihat pendidikan dari sebuah fasilitas dan bangunan yang tampak saja, tetapi jarang sekali digunakan oleh siswanya. Sehingga hanya sekedar untuk meningkatkan pamor sekolah dengan tujuan untuk menarik orang tua lain untuk dapat menyekolahkan anaknya di Sekolah tersebut.
Pada dasarnya Negara bertanggung jawab atas Pendidikan bagi rakyatnya. Sebab untuk membangun sebuah bangsa tidak dapat tercapai jika warga negaranya “Bodoh”. Itu adalah sebuah syarat mutlak untuk sebuah Negara yang ingin maju, tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dalam Preambule Undang-Undang Dasar 1945, hal ini jelas dinyatakan bahwa Negara berkewajiban untuk “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”, kemudian dipertegas dalam pasal 31 dan 32 (Pendidikan). Hal itu menunjukkan bahwa peran dan fungsi negara dalam pendidikan yaitu sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas kualitas pengetahuan warga negaranya. Untuk itulah Budget yang dianggarkan dalam UUD 1945 untuk kemudian dialokasikan untuk pendidikan adalah 20% dari total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Namun sampai hari ini, anggaran pendidikan tidak pernah mencapai 20%. Hal ini dapat diprediksikan bahwa Rakyat Indonesia tidak akan pernah maju dalam kualitas pengetahuannya. Belum lagi dengan adanya pesoalan pejabat korup yang belum pernah tuntas sampai hari ini.
Pada masa sekarang ini, pemerintah memberikan Bantuan Operasional kepada Sekolah (BOS) untuk membantu meringankan beban Rakyat Miskin atau yang tidak mampu untuk dapat bersekolah. Hal ini memiliki pengertian bahwa Pihak Sekolah tidak dapat memaksakan keinginannya tetapi harus berdasarkan kemampuan Orang Tua Siswanya. Jika Orang Tua Siswa tidak mampu, maka pihak Sekolah tidak dapat mengambil pungutan apapun kepada siswa. Hal ini mengingat kondisi Masyarakat Indonesia yang sampai saat ini masih banyak yang berpenghasilan rendah.Namun pada kenyataannya, masih ada pungutan-pungutan yang memaksa Orang Tua untuk membayarnya dan kemudian Tidak Transparannya penggunaan dana tersebut. Hal ini menimbulkan banyak keluhan dari masyarakat. Akhirnya kita harus lebih jeli dan kritis terhadap masalah ini. Sebab ini menyangkut masa depan kita bersama. Jika budaya Pungli dan Tidak Transparannya penggunaan dana ini sudah dimulai dari tingkatan Sekolah Dasar, maka ini akan berimbas kepada Kebiasaan Buruk menjadi hal yang lazim. Padahal hakekatnya, “Yang Salah adalah Salah dan Benar adalah Benar”. Kita tidak boleh menganggap biasa terhadap “sesuatu yang salah”. Itu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mengatakan tidak kepada Pungli dan Tidak Transparannya Penggunaan Dana. Hingga kepada menuntut pemerintah memberikan Anggaran Pendidikan 20% yang berdampak pada Sekolah Gratis untuk seluruh rakyat
Keterpurukan pendidikan semakin meningkat hal ini diperparah dengan kebijakan pemerintah yang akan segera memutuskan Rancangan Undang-undang Perguruan tinggi sebagai zombi yang dibakitkan dari rencana Rancangan Undang-undang Badan Hukum (RUU BHP) yang pada tahun 2008 batal tetapkan. Jika di tetapkan RUU PT ini maka lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi harus berusaha sendiri dalam mendanai sekolah karena pendanaan untuk pendidikan tidak menjadi tanggung jawab negara dan ini berarti pemerintah telah melanggar Undang-undang Dasar 1945 yang berisi bahwa tanggung jawab negara adalah mencerdaskan bangsa dan menyerahkan tanggung jawab tersebut pada masyarakat, Nah masyarakat yang dimaksud di sini yaitu pengusaha yang memiliki modal . Pasal-pasal dalam RUU PT juga menerangkan untuk melakukan mekanisme pendanaan bagi lembaga pendidikan untuk mengadakan fasilitas dilakukan dengan melibatkan pihak swasta nasional maupun asing yang akan mengisi keuangan di sekolah maupun perguruan tinggi dengan berinvestasi sehingga tidak aneh jika kita melihat di sekolah dan kampus terdapat toko yang berlebel produsen penghasil produk, toko-toko swalayan dan bahkan berdiri sebuah bank. Atas hal tersebut mengakibatkan pendidikan semakin mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat karena dengan investasi yang dilakukan tentu harus mendatangkan keuntungan dan untuk itu maka uang sekolah atau uang kuliah harus dinaikkan dan tentu saja gambaran pendidikan kita menjadi komersil selayaknya barang dagangan.
Dengan demikian setiap orang tua yang ingin memasukkan anaknya sekolah harus berhadapan dengan hal ini dan karena keterbatasannya tidak jarang kita menemui banyak siswa yang tidak melanjutkan sekolah dan memilih bekerja dan jika ada yang masuk harus berhenti sekolah karena tiap tahunnya uang sekolah akan terus naik. Melihat gambaran tersebut maka banyak anak-anak yang masih usia sekolah sudah bekerja dan mereka pun harus menghadapi suatu permasalahan di dunia kerja seperti di upah murah karena rendahnya pendidikan yang dimiliki. Peningkatan jumlah tenaga kerja yang bukan saja dari usia produktif bekerja dibanding lapangan kerja yang tersedia rentan mengalami praktek-praktek penipuan yang menjanjikan memberi pekerjaan tetapi pada kenyataannya menjadi tenaga kerja Kontrak, Outsourcing, ataupun buruh harian lepas bahkan meningkatkan tenaga kerja yang bekerja di luar negeri sebagai TKI dengan konsekuensi-konsekuensi yang berat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar